Faedah Sirah Nabi: Kisah Pemindahan Arah Kiblat dari Masjidil Aqsa ke Kabah

Kisah Pemindahan Arah Kiblat Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Shalat Zhuhur di Bani Salimah

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Makkah, beliau shalat menghadap ke Baitul Maqdis, bahkan sampai di Madinah pun, beliau masih menghadapnya lebih dari sepuluh bulan. Namun, beliau terus menerus memohon dan berharap agar kiblat dipindahkan ke Ka’bah yang merupakan kiblatnya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi ibu dari Basyar bin Barra’ bin Ma’rur dari Bani Salimah. Lalu Ummu Basyar pun menjamu beliau. Kemudian tibalah waktu shalat Zhuhur. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun shalat bersama para sahabat di masjid. Setelah mengerjakan shalat dua rakaat, turunlah Jibril mengisyaratkan untuk shalat menghadap ke Baitullah dan Jibril pun shalat menghadap ke sana. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memutar posisinya menghadap Ka’bah, bertukarlah posisi wanita pada kaum lelaki dan posisi kaum laki-laki pada posisi wanita. Oleh karena itu, masjid itu dinamai dengan masjid qiblatain (dua kiblat). Kemudian keluarlah ‘Ibad bin Basyar—ia juga termasuk dalam jamaah shalat tersebut—ia melewati Bani Haritsah dari kaum Anshar yang sedang rukuk melaksanakan shalat ‘Ashar. ‘Ibad bin Basyar pun berkata, “Aku bersumpah demi Allah, bahwa aku telah shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap ke Baitullah. Kemudian mereka pun memutar arah kiblat mereka.”

Rafi’ bin Khadij radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seseorang datang kepada kami, ketika kami shalat pada Bani ‘Abdul Asy-hal. Ia berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diperintahkan untuk menghadap ke Ka’bah. Lalu imam kami pun berputar ke Ka’bah dan kami pun mengikutinya.”

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Pada saat orang-orang berada di Quba’ kala shalat Shubuh. Lalu datanglah seseorang kepada mereka. Ia berkata, ‘Sesungguhnya telah diturunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan telah diperintahkan untuk menghadap ke Ka’bah. Kemudian mereka pun menghadap kepadanya. Padahal, sebelumnya mereka menghadap ke arah Syam kemudian berputar ke arah Ka’bah.”

Dari Barra’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada awal mula tiba di Madinah, kakek dan pamannya juga dari golongan Anshar, bahwasanya mereka pada kesempatan itu shalat menghadap Baitul Maqdis selama enam belas bulan atau tujuh belas bulan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mendambakan untuk menjadikan kiblatnya adalah Ka’bah. Adapun shalat yang pertama kali dilakukan beliau dengan menghadap Ka’bah adalah shalat ‘Ashar, saat itu beliau shalat dengan para sahabatnya. Kemudian keluarlah salah seorang yang ikut dalam jamaah tersebut dan melewati suatu kaum yang sedang ruku’ (shalat) di masjid. Lalu ia berkata, ‘Aku bersaksi demi Allah, aku telah shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap Ka’bah. Mereka pun mengalihkan arah kiblat mereka menghadap ke Ka’bah. Sementara kaum Yahudi dan Ahlul Kitab sangat menginginkan sekiranya kaum muslimin menghadap ke Baitul Maqdis. Ketika kaum muslimin menghadap ke Baitullah (Ka’bah), mereka pun mengingkarinya.

Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah berkata, “Pendapat yang paling tepat, shalat yang dikerjakan di Bani Salimah pada saat meninggalnya Basyar bin Barra’ bin Ma’rur adalah shalat Zhuhur. Sedangkan, shalat yang pertama kali dikerjakan di Masjid Nabawi (dengan menghadap Ka’bah) adalah shalat ‘Ashar.” (Fath Al-Baari, 1:97)