Aisyah Bahagia Menikah dengan Nabi Muhammad

Benarkah Aisyah dinikahi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di usia 9 tahun? lalu bagaimana tanggapan para ustad di web ini mengenai orang yang meragukan hal itu karena bagaimana mungkin gadis 9 tahun bisa bahagia dinikahi lelaki yang usianya 50 tahun. Mohon pencerahan…

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Bagian yang perlu kita garis bawahi, keterangan mengenai usia Aisyah ketika dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah hasil ijtihad ulama, sehingga perlu ditinjau benar dan salahnya. Bukan pula hasil penelitian ahli sejarah, sehingga perlu diperdebatkan mengenai validitasnya. Keterangan usia Aisyah ketika dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah informasi yang disampaikan oleh pelaku sejarah itu sendiri, yaitu Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Sehingga orang mau percaya maupun tidak percaya, itulah yang disampaikan oleh Aisyah sendiri.

Ada beberapa versi riwayat terkait keterangan Aisyah mengenai peristiwa ini,

[1] Riwayat dari Urwah bin Zubair – keponakan Aisyah –, bahwa Aisyah bercerita,

تَزَوَّجَنِى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، فَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَنَزَلْنَا فِى بَنِى الْحَارِثِ بْنِ خَزْرَجٍ… فَأَتَتْنِى أُمِّى أُمُّ رُومَانَ وَإِنِّى لَفِى أُرْجُوحَةٍ وَمَعِى صَوَاحِبُ لِى ، فَصَرَخَتْ بِى فَأَتَيْتُهَا لاَ أَدْرِى مَا تُرِيدُ بِى فَأَخَذَتْ بِيَدِى حَتَّى أَوْقَفَتْنِى عَلَى بَابِ الدَّارِ ، وَإِنِّى لأَنْهَجُ ، حَتَّى سَكَنَ بَعْضُ نَفَسِى ، ثُمَّ أَخَذَتْ شَيْئًا مِنْ مَاءٍ فَمَسَحَتْ بِهِ وَجْهِى وَرَأْسِى ثُمَّ أَدْخَلَتْنِى الدَّارَ فَإِذَا نِسْوَةٌ مِنَ الأَنْصَارِ فِى الْبَيْتِ فَقُلْنَ عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ ، وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ . فَأَسْلَمَتْنِى إِلَيْهِنَّ فَأَصْلَحْنَ مِنْ شَأْنِى ، فَلَمْ يَرُعْنِى إِلاَّ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ضُحًى ، فَأَسْلَمَتْنِى إِلَيْهِ ، وَأَنَا يَوْمَئِذٍ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku ketika aku berusia 6 tahun. lalu kami tiba di Madinah, dan singgah di kampung Bani al-Harits bin Khazraj… Lalu ibuku, Ummu Ruman mendatangiku, ketika itu aku duduk di ayunan bersama anak-anak sebayaku. Lalu ibuku memanggilku, akupun mendatanginya, aku tidak tahu apa yang beliau inginkan. Beliau menggandengku, lalu berhenti di depan pintu sebuah rumah. Akupun menarik nafas panjang, untuk menenangkan diriku. Kemudian ibuku mengambil air, dan beliau mengusap wajah dan kepalaku. Lalu ibuku mengajakku masuk ke rumah itu, ternyata di dalamnya ada beberapa wanita anshar. Merekapun mendoakan kebaikan dan keberkahan. Lalu ibuku menyerahkan aku ke para wanita itu, dan mereka men-dandaniku. Tidak kusangka ternyata datang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di waktu  dhuha. Ibuku menyerahkan aku ke beliau dan ketika itu, usiaku 9 tahun. (HR. Bukhari 3894, Muslim 3544, dan yang lainnya).

[2] Riwayat dari Hisyam, dari ayahnya Urwah, bahwa Aisyah menceritakan,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – تَزَوَّجَهَا وَهْىَ بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، وَبَنَى بِهَا وَهْىَ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ . قَالَ هِشَامٌ وَأُنْبِئْتُ أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَهُ تِسْعَ سِنِينَ

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah ketika di usia 6 tahun, dan beliau kumpul bersama Aisyah ketika berusia 9 tahun.

Hisyam mengatakan, “Dan saya mendapat kabar bahwa Aisyah hidup bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 9 tahun.” (HR. Bukhari 5134).

Dan masih banyak riwayat lain yang menyebutkan keterangan Aisyah tentang usia ketika beliau menikah dan beliau kumpul bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Apakah Beliau Radhiyallahu ‘anha Bahagia?

Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha menyatakan bahwa beliau sangat bahagia.

Beliau menceritakan perasaannya ketika menjadi istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَزَوَّجَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى شَوَّالٍ وَبَنَى بِى فِى شَوَّالٍ فَأَىُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّى

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meikahiku di bulan Syawal, dan kumpul bersamaku di bulan Syawal. Manakah istri beliau yang lebih beruntung di dekat beliau melebihi diriku? (HR. Muslim 3548, Tirmidzi 1116 dan yang lainnya)

Jika ada yang meragukan dengan alasan kesulitan untuk memahami, bagaimana mungkin gadis kecil bisa bahagia ketika dinikahi lelaki usia 50 tahun?

Memang kebahagiaan tidak bisa diukur dengan logika. Kaum muslimin melaksanakan berbagai ibadah, seperti shalat 5 waktu, puasa ramadhan, berdzikir, membaca al-Quran dan seterusnya. Mereka yang bisa mendalami ibadah-ibadah itu bisa merasakan kebahagiaan dengan ibadah yang mereka kerjakan. Meskipun bagi orang kafir, ini dianggap sangat merepotkan. Nalar mereka kesulitan untuk memahami kebahagiaan seorang muslim.

Kita melihat ada anak jalanan, mereka tidur di emperan pertokoan bersama kawan-kawannya.. menurut mereka itu membahagiakan. Padahal mereka punya rumah, punya orang tua, atau bisa tinggal di pondok rehabilitasi. Kita kesulitan untuk bisa memahami, bagaimana mereka bisa bahagia.

Karena bahagia terkadang tidak bisa diukur dengan logika..

Allahu a’lam.